-->

Dampak Pemanasan Global (Global Warming)

Pemanasan Global (Global Warming) merupakan isu yang semakin sering didengungkan oleh berbagai pihak belakangan ini. Sebagian besar manusia di bumi khususnya negara maju telah mengkhawatirkan dampak perubahan iklim global terhadap kelangsungan kehidupan di bumi. Dampak pemanasan global telah dirasakan dalam kehidupan sehari-hari. Suhu udara makin panas dan intensitas bencana alam pun meningkat, mulai dari banjir, puting beliung, semburan gas, hingga curah hujan yang tidak menentu dari tahun ke tahun. Seharusnya kita menyadari bahwa semua ini adalah tanda-tanda alam yang menunjukkan bahwa bumi ini sedang mengalami proses kerusakan yang menuju pada  kehancuran! Hal ini terkait langsung dengan isu global tersebut.

Penyebab Pemanasan Global

Pemanasan global dapat diartikan sebagai kejadian meningkatnya temperatur rata-rata permukaan bumi. Mengapa suhu permukaan bumi bisa meningkat? Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan para ahli selama beberapa dekade terakhir ini menunjukkan bahwa ternyata makin meningkatnya suhu permukaan bumi terkait langsung dengan gas-gas rumah kaca yang dihasilkan oleh aktifitas manusia.
Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) telah membentuk sebuah kelompok peneliti khusus untuk mengawasi sebab dan dampak yang dihasilkan oleh pemanasan global. Kelompok penelitian ini disebut dengan International Panel on Climate Change (IPCC). Salah satu hal pertama yang IPCC temukan berhubungan dengan pemanasan global adalah bahwa beberapa jenis gas rumah kaca bertanggung jawab langsung terhadap pemanasan yang kita alami, dan manusialah kontributor terbesar dari terciptanya gas-gas rumah kaca tersebut. Kebanyakan dari gas rumah kaca ini dihasilkan oleh pembakaran bahan bakar fosil pada kendaraan bermotor, pabrik-pabrik modern, peternakan, serta pembangkit tenaga listrik.

Apa yang dimaksud Efek dan Gas Rumah Kaca?

Efek rumah kaca, pertama kali ditemukan oleh Joseph Fourier pada 1824, merupakan sebuah proses di mana atmosfer memanaskan sebuah planet. Mars, Venus, dan benda langit beratmosfer lainnya (seperti satelit alami Saturnus, Titan) memiliki efek rumah kaca.
Efek rumah kaca dapat digunakan untuk menunjuk dua hal berbeda: efek rumah kaca alami yang terjadi secara alami di bumi, dan efek rumah kaca ditingkatkan yang terjadi akibat aktivitas manusia (lihat juga pemanasan global). Yang belakang diterima oleh semua; yang pertama diterima kebanyakan oleh ilmuwan, meskipun ada beberapa perbedaan pendapat pada prinsipnya unsur-unsur iklim seperti suhu udara dan curah hujan dikendalikan oleh keseimbangan energi antara bumi dan atmosfir.
Radiasi matahari yang sampai dipermukaan bumi berupa cahaya tampak sebagian diserap oleh permukaan bumi dan atmosfir di atasnya. Rata-rata jumlah radiasi yang diterima bumi berupa cahaya yang seimbang dengan jumlah yang dipancarkan kembali ke atmosfer berupa radiasi inframerah yang bersifat panas dan menyebabkan pemansan atmosfer bumi. Gas rumah kaca seperti karbon dioksida (CO2), metana (CH4), nitrous oksida (N2O), dan uap air (H2O) yang terdapat diatmosfir secara alami menyerap radiasi panas tersebut di atmosfir bagian bawah. Inilah yang dinamakan efek rumah kaca.
Tanpa gas rumah kaca alami tersebut suhu bumi akan 340C lebih dingin dari yang kita alami sekarang. Masalahnya adalah seiring dengan meningkatnya taraf hidup manusia emisi gas rumah kaca meningkat dengan tajam karena meningkatnya konsumsi bahan bakar fosil sejak revolusi industri pada pertengahan tahun 1880-an. Meskipun dalam dekade terakhir ini emisi CH4 mengalami penurunan hingga 22 juta ton/th dari 37 juta ton/th pada dekade terdahulu dan emisi N2O juga menurun sedikit dari 3,9 menjadi 3,3 juta ton/th, emisi CO2 meningkat lebih dari dua kali lipat dari 1.400 juta ton/tahun menjadi 2.900 juta ton/tahun dalam dekade yang sama. Akibatnya suhu atmosfir bumi sekarang menjadi 0,50C lebih panas dibanding suhu pada zaman pra-industri. Dalam jangka panjang suhu bumi akan cenderung semakin panas dari suhu yang seharusnya kita rasakan jika kita tidak berupaya menurunkan dan menstabilkan konsentrasi gas rumah kaca.
Uap air sebenarnya gas rumah kaca yang potensial yang pengaruhnya segera dirasakan, misalnya pada saat keawanan dan kelembaban menjelang turun hujan tinggi. Udara terasa panas karena radiasi gelombang panjang tertahan uap air atau mendung yang menggantung di atmosfer. namu H2O tidak diperhitungkan sebagai gas rumah kaca yang efektif dan tidak dipergunakan dalam prediksi perubahan iklim karena keberadaan atau masa hidup (life time) H2O sangat singkat (9,2 hari), maka uap air bukanlah gas rumah kaca yang efektif.
Sementara untuk CO2, CH4, dan N2O masa hidupnya di atmosfer berturut-turut adalah 100, 15, 115 tahun. Karena masa tinggal GRK di atmosfer cukup lama, maka meskipun emisi yang dilakukan oleh kegiatan dihentikan dengan segera, dampak dari akumulasi gerakan rumah kaca tersebut masih akan tetap dirasakan untuk jangka waktu puluhan bahkan ratusan tahun.